Sabtu, 15 Mei 2010

Sensibility Eight (Chapter 3 - Reita's birthday fic)

Title: Sensibility Eight (Chapter 3 - Reita's birthday fic)
Starring: the GazettE, and everyone who shown in this absurd story…
Author: Sa~
Genre: fluff, humour
Rating: PG-15
Pairing: Especially for Reita x Ruki (meski ada sedikit Tora x Saga)
Warning: Reita… apakah dia seorang pedophile??? A little bit of smut scene…
Disclaimer: I’m not owned anything… Ruki belongs to Reita forever and ever~~!!!
Summary: Di pagi hari yang cerah, kala matahari pagi masih menyinari dunia dengan sinar hangat yang menyenangkan dan indah… Reita menerima kabar paling menakutkan yang membuatnya harus menahan berbagai rasa yang ada di dalam hatinya mati-matian.


 
It’s birthday fic especially for Suzuki Akira…

Ruki yang melihat Reita mengacuhkan dering ponselnya hanya menatapnya lagi, “Silakan diangkat ponselnya…” ujar Ruki, ia beranjak dari situ, menuju meja makan yang sudah penuh oleh makanan buatannya.

~†~†~†~

Pemuda pirang itu, untuk ke sekian kalinya memandang layar komputernya dengan wajah kosong. Ia selalu berhenti setiap mengetik satu kalimat, dan author pun bingung… kapan orang ini bisa menyelesaikan laporannya? Bisa dibantai Miyavi-san dengan kejam nanti.

“AHH!!! ADA KIRIKO!!!” teriak Kai tiba-tiba, teriakan itu seperti bel pemadam kebakaran yang menyentuh syaraf-syaraf panik di otak Reita, mengaktifkannya.

“GYAAHH!!! MANA? MANA??!!!” Reita meloncat, memegang map-nya untuk dipergunakan sebagai senjata.

Meledaklah tawa Kai, “Gyahahahhh!!! Wajahmu!!! Ekspresimu itu!!! Gyahahah!!!” ia memegangi perutnya sendiri. Kai tahu, salah satu kelemahan Reita yang paling besar adalah ketakutan terhadap serangga dan kroni-kroninya. (tampang sangar, sama nyamuk dan kecoa saja si abang Aki takut… author saja ngga takut~~)

“Sial!!!” ia memukul kepala Kai dengan map itu. Duduk kembali di kursinya dengan gusar, berusaha berkonsentrasi secepatnya menyelesaikan laporan itu.

Namun suara Kai terdengar sangat mengganggu di telinganya, “Hei Reita…”

“Hmm?” Ia hanya berdeham, dan terus mengetik.

“Kau kenapa sih akhir-akhir ini terlihat bertambah semakin aneh?” Kai bertanya. Lalu menyambung lagi, “Soal anak kecil itu ya?”

Reita menengok perlahan, menampakkan aura menyeramkan pada pemuda berambut hitam itu, “Anak kecil? Ruki-ku bukan anak kecil!!!” jawabnya gusar.

Kai bingung, “Hehh? Ruki-mu???” Reita meneguk ludahnya, menyadari kesalahan pemilihan kata-katanya. “Jadi??? Ya Tuhan!!! Apa yang kau perbuat terhadap anak kecil yang masih terlalu polos itu hingga ia bisa menjadi milikMU???!!” Kai membelalakkan matanya tak percaya.

“Heh dengar ya Uke Yutaka!!! Aku ini tidak melakukan apa pun!!! Aku tidak pernah menyentuhnya!!!” lalu ingatannya memanggil kembali peristiwa tadi malam, di mana ia telah melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan. Apakah yang dilakukannya semalam itu salah? Salah? Lalu semua perasaan yang telah ia rasakan dan pendam selama ini… itu juga salah? Terlarang? Semua pikiran itu berkecamuk di dalamnya.

“Hehh? Tidak menyentuhnya??? Lalu kenapa wajahmu menjadi merah seperti ini? Jangan jangan… kau ‘menyerangnya’ ya??” ia bertanya tanpa basa-basi sedikit pun, membuat Reita merasa tersentak.

“Hahh? Tidak!!! Err…” ia terlihat sedikit ragu, apakah peristiwa kemarin malam termasuk dalam kategori ‘menyerang’.

“Nahh? Apa yang kau lakukan Suzuki Akira? Sudah menjadi anak nakal ya?” Kai melipat tangannya di depan dada, seolah memarahi anak kecil yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

“Ap- aku… aku tidak…” ia mengacak rambutnya dengan malu. “Yeah… aku… aku hanya… menciumnya…?” ia menunduk, terlihat sangat bersalah.

“Cium? Hari kedua sudah mencium… hari ke berapa kau akan menoda-“

PLAAKK!!!
Sebuah arsip mendarat di wajah Kai dengan mulus, menghentikan perkataan pemuda itu yang semakin kacau dan melanggar norma-norma kesopanan yang ada.

“Sekali lagi kau mengungkit hal itu… aku tidak akan segan melempar seluruh arsip ini ke wajahmu!!!” Reita menunjuk satu lemari besar di salah satu sisi ruangan, dan penuh arsip tebal di dalamnya. Kai hanya bisa meneguk ludahnya ketakutan, kembali berkutat dengan laporannya yang setengah selesai.

~†~†~†~

Siang itu Ruki menatap buku tugas Matematika-nya dengan tidak minat, semua lembaran tugasnya sudah penuh terisi dan siap diedarkan ke seluruh penjuru kelas. (wah… ketawan deh author-nya sering nyontek massal… XP)

Ia menopang dagunya dengan satu tangan, memandangi langit biru yang cerah dengan awan putih bersih berarak di sana. Jemarinya menyentuh bibirnya sendiri, di mana Reita memberikan ciuman terlembut yang baru pertama kali diterima olehnya. Tanpa ia sadari kedua pipi chubby-nya merona lagi, ia masih belum bisa mempercayai peristiwa tadi malam bisa membuatnya menjadi sangat linglung seperti ini.

Pertama kali, ia hampir saja lupa menjawab saat diabsen oleh Aoi-sensei. Lalu ia tidak mendengar saat Wataru menanyakan buku tugasnya untuk dikumpulkan ke depan. Ia juga tidak menyentuh makan siangnya sama sekali, dan terakhir, ia tadi bertabrakan dengan Gakuto-sensei yang sedang membawa beberapa botol obat, untung saja semua yang dibawa oleh Gakuto-sensei tidak jatuh dan pecah.

‘Aku tak tahu, apa ini semua benar? Ugh… Reita-niisan…’ dan tiba-tiba bel pulang berbunyi, membuatnya menghela nafas lega dan bisa pulang kembali ke apartment Reita.

~†~†~†~

“Tadaima…” Ruki tetap memberi salam meski tidak ada yang menyahut, tentu saja… Reita masih ada di kantor jam segini.

Pemuda kecil berparas cantik itu meletakkan tas plastik belanjanya di atas meja dapur. Ia membuka kulkas, membersihkannya dari bahan makanan yang sudah lama, menggantinya dengan bahan makanan yang baru.

Bel pintu berdering, membuat pemuda berambut coklat itu terburu-buru meletakkan handuknya yang dipakai untuk mengeringkan rambutnya. “Ya?” Ruki membuka pintu, menatap sosok cantik berambut pirang itu. Ia melihat pemuda itu memegang sebuah kantong kecil.

Pemuda itu, Saga, terlihat bingung. “Ehh? Maaf, kau siapa?” ia bertanya.

Sedikit menengadah, “Aku? Namaku Ruki… aku adik teman sekerjanya Reita-niisan. Aku adik dari Uru-niisan… dan nii-san sendiri?” ia balik bertanya pada pemuda itu.

“Aku? Aku Saga… tetangganya Reita yang tinggal di apartment seberang ini.” Ia menunjuk pintu apartment di belakangnya yang mengayun terbuka, menampakkan pemuda lain, berambut hitam yang terlihat lebih tua, dengan kantung mata yang menghitam, serta kulit sangat pucat, bagaikan vampire yang baru bangun dari tidur panjangnya.

“Eh? Lalu… Saga-niisan ada perlu apa ke sini?” ia bertanya, sementara pemuda berambut hitam itu sudah berjalan mendekati Saga, terlihat memasang seringai penuh kelicikan terukir di wajahnya.

“Ini, aku hanya ingin memberikan maka-Akhh!!! Tora!!!” Saga mendorong Tora, berusaha menepis tangan pemuda itu yang berusaha melingkar di pinggangnya.

“Ehh???” Ruki look more shameless, because there’s a LIVE show of the FLUFFY scene in front of his INNOCENT eyes. Tora licking Saga’s neck roughly, then Saga’s slim waist surrounded by a pair of Tora’s strong arms.

“No~~ Tora, you’re a bad boy!!! Let me go!!!” Saga slapped Tora’s hand hardly.

“Ouch! It’s hurt Babe…” Tora freed Saga, caressed his own slapped hand.

“Nahh maafkan akan tingkah Tora… ini makanan kecil untuk Reita, aku ba-mmhh!!!” his mouth unlocked by a kiss of Tora, with a deep lust in every seconds he could breathe hardly… we’re all knew, Tora is never give up to capturing and chasing Saga… (gyahahah~~)

“Err… maaf… aku masuk dulu…” dan Ruki tidak menyia-nyiakan sedetik pun untuk cepat-cepat angkat kaki dari pemandangan yang terlalu liar untuknya yang masih terlalu polos.

Ia memegang kantong itu, berdiri di balik pintu and he could hear Saga moaning weakly, gasping when Tora touching him. But Saga hissed and mumbled, “Stop!!! It’s public place, I prefer our apartment than-Aakhh!!! Tora!!!!” dan suara itu menghilang dengan cepat, sepertinya Tora telah menggendong Saga ke dalam apartment mereka, menguncinya dan melanjutkan apa pun yang baru saja dilakukannya.

“Hahh?” Ruki, lututnya gemetar begitu hebat. Dia baru saja merasa sangat terkejut akan peristiwa barusan, maka ia berlari ke dapur, menaruh makanan itu ke dalam kulkas dan membuat makan malam dengan sangat bingung.

~†~†~†~

“Tadaima…” dan ia tidak mendengar sahutan dari Ruki, apa Ruki sudah tidur? Tapi ini ‘kan masih jam enam, terlalu sore untuk tidur.

“Ruki?” Reita melangkah ke kamar Ruki, ia bisa melihat pemuda kecil itu menekuri buku tugasnya, memang ia adalah anak yang terlalu rajin belajar. (berbeda sekali ya dengan authornya…)

Ruki terkesiap, ia merasa mendengar suara yang sangat disukainya dan membuatnya selalu salah tingkah, menengok dengan gerakan seperti robot. “Re… Reita?” dan Reita terlihat terkejut mendengar Ruki menyebut namanya tanpa embel-embel nii-san.

“Aaa… maksudku, Re… Reita-niisan?” ia terdengar gugup, dan wajahnya merona lagi, sesuatu yang sangat disukai oleh Reita.

“Ru? Kau tidak makan?” Reita bertanya, berjalan mendekati kursi Ruki.

Ruki terlihat sangat panik membereskan kertas-kertas dan buku yang berserakan di mejanya, hingga beberapa lembar kertas terbang dari meja. “Aaahh!!!”

Dengan sigap Reita menangkap kertas yang bertebangan itu, mencoba membantu Ruki, namun ia terpaku beberapa saat setelah melihat tulisan di salah satu kertas itu. “Ini…” dan sebelum Reita bisa membaca keseluruhan tulisan itu, Ruki mengambil kertas-kertas itu dari tangannya.

“Maaf Rei-niisan… bukan maksudku untuk kasar tapi ini…”

Namun Reita memotong dengan cepat “Maaf Ru… ini memang bukan urusanku…” dan Reita mundur, diikuti oleh Ruki yang tertunduk.

Sepanjang makan malam itu Reita dan Ruki terdiam, memakan makanan itu tanpa terlalu merasakannya. Pikiran Ruki penuh oleh peristiwa kemarin malam dan tentu saja, fluffy scene yang ditayangkan oleh Tora dan Saga secara live tepat di depan matanya. Sedangkan Reita, pikirannya dipenuhi oleh tingkah Ruki yang terlihat semakin aneh setelah kemarin ia ‘tidak sengaja’ menciumnya dan tulisan di kertas itu.

~†~†~†~

‘I never knew about this feeling… like a thousand butterflies dancing in myself, and I trying to keep this awkward feeling…

I don’t know how I can put this… had me done so much?

Dark skies… please tell me. I can’t hold this for any longer time.

How I can do the best when I’m always feel nervesly when his figure fluterring me in everyway… His gentle… His good attitude… His manner… His firm-figure…

The wind which blew over my hair… please whispering his name in my breathe…
I love him… I love all of him… I love…’

…dan Reita tidak tahu siapa nama yang tercantum di sana, karena pemuda kecil yang selalu membuatnya menahan semua perasaannya itu telah mengambil kertas itu dari tangannya…

To be continue…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar