Sabtu, 08 Mei 2010

Sensibility Eight (chapter 2)

Tittle: Sensibility Eight (chapter 2)
Starring: the GazettE, and everyone who shown in this absurd story…
Author: Sa~
Genre: fluff, humour
Rating: PG-15
Pairing: Especially for Reita x Ruki (meski ada sedikit Tora x Saga)
Warning: Reita… apakah dia seorang pedophile??? Err… kisu?
Disclaimer: I’m not owned anything… Ruki belongs to Reita forever and ever~~!!!
Summary: Di pagi hari yang cerah, kala matahari pagi masih menyinari dunia dengan sinar hangat yang menyenangkan dan indah… Reita menerima kabar paling menakutkan yang membuatnya harus menahan berbagai rasa yang ada di dalam hatinya mati-matian.






Sepanjang perjalanan menuju sekolah Ruki, mereka berdua diliputi hening yang menyesakkan. Reita melihat wajah Ruki sesekali dari kaca mobil, mendapati anak itu bergerak gelisah di tempat duduknya.

~†~†~†~

“Jadi Suzuki, kau harus mengerjakan laporan yang ini untuk diserahkan kepada Shinya-san.” Jelas Miyavi, general manager mereka. Reita hanya memandang hampa, mengangguk tanpa tahu apa yang diberikan oleh Miyavi kepadanya. Ia duduk di depan komputernya, tangannya sudah menekan deretan huruf yang sama berulang-ulang kali, membuat Kai, teman sekerjanya merasa sangat aneh.

“Reita… Reita… REITA!!!” dan tanpa sengaja Reita melemparkan map yang baru saja diberikan oleh Miyavi tepat ke wajah Kai yang bertujuan mulia menyadarkan temannya yang terlihat seperti salah satu pasien rumah sakit jiwa itu.

Reita tersadar, menatap Kai yang sedang berjongkok, mengumpulkan kertas yang berhamburan sambil menggosok keningnya. “Eh? Kai? Makanya kalau jalan lihat-lihat, sampai jatuh begini…” ia berkata sok bijak tanpa membantu Kai sama sekali.

Kai mengernyitkan dahi mendengar itu, “Heh, ini juga semua salahmu! Dasar bodoh! Nih, kerjakan semua tugasmu!” giliran ia yang melempar map nista itu ke wajah Reita.

“Ho…” Reita hanya mengangguk-angguk seperti pajangan mobil (biasanya berbentuk anjing) yang lehernya terbuat dari per. Ketika ia berbalik menghadapi monitornya, ia merasa sangat terkejut.

“HAHH???” ia setengah menjerit membuat Kai menatap Reita sebal.

“Ada apa sih teriak-teriak? Sakit tahu! Teriakanmu itu sangat menganggu!” (tipe orang yang minta dibunuh oleh bang Aki…) Kai menggeser kursinya, hingga bisa ikut menatap layar computer Reita. Mereka berdua membelalakkan mata bersamaan. Ada puluhan nama yang menghiasi halaman tugasnya itu.

RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI RUKI… tanpa enter hingga terus memenuhi satu halaman penuh…

“Apa? Kau sudah gila ya?” ia memukul belakang kepala Reita dengan buku hardcover dengan ketebalan sepuluh cm yang ada di mejanya.

“ARGH!!! Sakit dasar Kai bodoh!” ia mengetuk dahi Kai dengan keyboard kompu… maksud saya dengan pulpennya. (kasihan Kai digeplak keyboard)

“Yeah! Kau sudah gila ya? Ruki? Siapa itu… eh??” Reita menatap Kai dengan heran. “Ruki itu ‘kan… adiknya Uruha yang masih SMA kelas satu???”

Reita mengangguk lemah. “Ya ampun Reita… aku tak menyangka…” Kai menutup mulutnya dengan sebelah tangan, menjauh dari Reita seakan jijik.

Reita menaikkan satu alisnya, curiga akan ekspresi Kai. “Kenapa kau?”

“Ya Tuhan aku tak menyangka…” ia menggeleng-gelengkan kepalanya diiringi house music yang berdentam ke- ehem… ia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan (ya iyalah! Kalau atas bawah namanya mengangguk! Dasar author geblek!) dengan sangat takjub dan khawatir.

“Aku tak menyangka jika kau itu seorang pedophile…” ujarnya pelan.

Perkataan itu membuat Reita bangkit berdiri dengan cepat, ia mengangkat kursinya, mengambil ancang-ancang untuk melempar wajah polos Kai. Sementara itu Kai sudah bersiap dengan komputernya yang diangkat setinggi mungkin, untuk mendaratkannya ke wajah Reita yang tertutupi sebuah bandana putih yang melintanginya.

Di saat seperti itu pintu terbuka lagi, terlihatlah Miyavi masuk membawa map yang lain. “Nah saya lupa Uke, kau juga harus membuat lapo…” dan kata-katanya terhenti saat melihat Reita yang mengangkat kursinya layaknya kuli panggul yang sedang membawa beras (author digetok bass) serta Kai yang siap melontarkan komputernya layaknya seorang atlit tolak peluru yang berlaga di olimpiade demi mengharumkan nama bangsa dan negara…

“…” mereka berdua terdiam mematung menatap ekspresi Miyavi yang tampak semakin menyeramkan, seperti berubah menjadi iblis beraura pembunuh yang kelam. Keringat mengalir pelan di pelipis mereka.

Miyavi mengambil nafas panjang sebelum melakukan scream yang terdengar sampai ke seantero jagad raya. “UKE!!!!!!!!!!!!!!!!!! SUZUKI!!!!!!!!!!!!!!!!”

Lalu author pun tidak tega meneruskan peristiwa naas itu, terlebih karena author itu sangat baik hati (baik hati dari mana?) maka yang perlu ditekankan adalah… tidak pernah terbayang oleh sang author sekalipun, kantor macam apa yang mau memperkerjakan dua makhluk macam itu yang mampu memporak porandakan kantor mereka dalam satu menit. (author merasa ‘agak’ kasihan dengan bos-nya)

~†~†~†~

“Kerjakan soal di papan tulis,” ucap Aoi-sensei sambil menepuk bahu Ruki. Pemuda kecil itu terlihat kaget, lalu maju untuk mengerjakan soal di papan tulis. Dua menit berselang, Ruki sudah menyelesaikan soal yang pendek itu dengan jawaban yang sangat panjang… untung saja dia sudah pernah mempelajari soal seperti itu.

“Bagus… bahkan jika kau melamun pun kau masih mampu menjawab soal itu,” ujar Aoi-sensei sedikit tajam, membuat Ruki menunduk dalam perjalanannya kembali ke tempat duduk.

“Lain kali. Kau harus tetap mendengarkan pelajaranku meski kau juara sekolah!” Ruki mengangguk pelan, menerima tatapan tajam Aoi–sensei dan tatapan teman-teman sekelasnya.

Bel istirahat berdering, dan Aoi-sensei pun mengakhiri pelajarannya.
“Ru-chan?” seorang pemuda yang lebih tinggi dan berambut coklat gelap itu duduk di hadapan Ruki.

“Ya Wataru? Ada apa?” Ruki menengadah dari baki makan siangnya yang penuh makanan, belum tersentuh sedikit pun.

“Kau kenapa?” ia mencoba menatap Ruki, namun mata coklat hazel itu balik menatapnya dengan polos, membuat aliran darah berpacu cepat ke wajahnya.

“Ruki tidak apa-apa kok… Ruki hanya merasa sedikit bingung…” ia mengaduk-aduk makanannya dengan tidak berselera.

“Hmm? Bingung kenapa? Kau punya masalah?” tanya Wataru berusaha menarik perhatian Ruki. Ruki hanya mengangguk pelan.

“Masalah apa? Mungkin aku bisa membantumu?” ia bertanya, tidak melepaskan pandangannya sedikit pun dari wajah cantik Ruki yang kini terlihat gelisah.

“Wataru… Aku hanya bingung dengan perasaanku…” ujarnya sangat polos.

Jantung Wataru terasa berhenti berdetak selama sesaat, sebelum berhasil berkata lagi. “Perasaan apa? Memang Ruki kenapa?” ia bertanya lembut.

Lagi, mata coklat hazel Ruki seakan membuat otaknya berhenti bekerja dengan benar. “Ruki tahu ini salah… Ruki tahu harusnya Ruki tidak perlu merasakan hal ini, tapi Ruki tidak bisa…” ia berhenti, memandang Wataru yang seperti tersihir untuk tetap bungkam dan terpesona menatapnya. “Ruki salah menyukai seseorang…” jelasnya sakit, dan nada itu seperti sembilu yang menyayat hati Wataru.

“Ru… jangan begitu… memang Ru-chan menyukai siapa?” Wataru bertanya dengan takut, takut jika bukan namanya yang diucap Ruki.

“Aku menyukai teman sekerja sekaligus sahabat kakakku…” jawabnya, dan Wataru merasa ada panah yang melesat menancap di punggungnya.

JLEEBB…
“AARGGHHH!!!!!” ia menjerit nyaring, ternyata benar-benar ada panah yang menancap di punggungnya, meski tidak terlalu dalam, namun darah langsung mengalir deras mewarnai kemeja putihnya layaknya air terjun Niagara~

“Wataru???” Ruki bangkit, menelantarkan makanannya yang belum tersentuh. (dan akhirnya diambil oleh author beserta koleganya XDD…)

Dari kejauhan Hiroto dan Shou, anak klub kyudo berlari kencang menghampiri mereka, sekejap suasana kantin menjadi sangat ramai.

“AHHH!!! Wataru, maafkan si bodoh ini!” Shou memukul Hiroto dengan busurnya.

Hiroto mengaduh, mengusap kepalanya sendiri yang terasa berdenyut menyakitkan. “Nyah~ sakit Shou-un…” dan Hiroto mendapat puluhan tatapan menyeramkan yang siap membunuhnya jika ia berani membuka mulut lagi. Maka ia terpojoklah dalam kebisuannya.

“Sudah! Ayo kita harus membawanya ke UKS!!!” dan Wataru pun diseret maksud saya dipapah oleh Ruki dan Shou menuju UKS, dan Hiro-pon si pembawa masalah mengikuti mereka dengan wajah riang- (heh? Riang?) yeah, dengan wajah tertunduk bersalah, membawa busur dan sisa panah yang patah.

Di dalam ruang UKS mereka berempat disambut oleh Gakuto-sensei yang bukannya memeriksa Wataru, namun malah mengamati Ruki dan Hiroto dengan seksama. “Kalian berdua lucu sekali… mana yang sakit nak?” dan tangannya mulai bergerak dengan sangat kurang ajar, mendekatkan tubuh kecil Ruki dan Hiroto padanya. (sekilas author membayangkan om-om hentai yang menangkapi para shota-author dibantai fans-nya Gakuto)

Lalu mata Gakuto-sensei terpaku menatap Shou yang membidiknya dengan jarum suntik besar yang tergeletak di dalam lemari UKS menggunakan busurnya dan Wataru siap melempar wajahnya dengan vas bunga dari kaca yang ada di samping ranjang UKS. Aura pembunuh keluar dari mereka berdua, membuat Gakuto-sensei meneguk ludahnya, kemudian melepas kedua anak polos dan bertubuh kecil itu.

“Heheh… saya hanya bercanda kok…” Gakuto-sensei melambaikan tangannya, meski Shou dan Wataru sudah melepaskan barang yang akan menjadi senjata mereka, kedua pasang mata mereka tetap terpancang pada Gakuto-sensei dengan tatapan mengancam.

“Sensei… Wataru tadi terkena anak panah di punggungnya…” jelas Ruki sedih.

“Iya… dan saya yang tidak sengaja memanahnya…” Hiroto menunduk bersalah.

Keadaan itu membuat Gakuto-sensei terdiam, memperhatikan ekspresi Ruki dan Hiroto yang terlihat polos dan manis. “Sudah… sudah… jangan sedih ya, kalian berdua ‘kan anak baik yang manis… jangan bersedih lagi ya…” ia mengusap-usap rambut Hiroto dan pundak Ruki. Menelantarkan Wataru dalam kondisi mengenaskan dan Shou yang terlihat tak akan segan untuk memanah Gakuto-sensei dengan pisau bedah atau tsurugi jika perlu.

~†~†~†~

Reita memasuki apartment-nya dengan langkah gontai, seharian ini waktu bekerjanya dan Kai habis dengan segala caci maki sumpah serapah dari Miyavi dan tambahan kerjaan yang menumpuk, hingga mereka berdua harus lembur untuk menuntaskannya.

“Hahh… tadaima…” setelah Reita meletakkan sepatunya, ia pun memasuki ruang tamunya yang terlihat terang namun sunyi.

Matanya tertuju pada sosok kecil yang tertidur di sofa, matanya tertutup dengan damai, wajahnya begitu cantik dan terlalu manis bagi seorang anak lelaki. Rambut coklatnya terlihat sedikit berantakan, begitu mencolok di sofa besar yang putih itu. Dengkur nafasnya terdengar halus dan tenang layaknya anak kucing tertidur nyaman dalam hangatnya tubuh sang induk.

Kaki Reita melangkah dengan sendirinya, menghampiri pemuda kecil yang sangat cantik itu. “Kawaii…” his fingertip running on Ruki’s smooth chubby cheek, merasakan dirinya semakin jatuh ke dalam perasaan yang damai dan diinginkannya.

“Eh? Rei-niisan?” Reita membeku, mata coklat hazel itu sudah terbuka sepenuhnya dan menatapnya dengan bingung.

“Ma… maaf Ru…” ia menarik tangannya cepat dan lagi, pipi Ruki bersemu merah. Mereka berdua terdiam lama, sampai akhirnya tindakan cepat yang dilakukan Reita di luar kesadarannya mengejutkan mereka berdua.

... The elder landed a soft kiss on the younger’s plump lip, it smooth… gentle… On the first time, Ruki gasp in starled, but the tenderness between their kiss made he feel more comfortable… the younger trying to closed his own beautiful dark brown eyes, love their pure and sweet kiss.

Feel the soft, gentle and… the purity, Reita push down Ruki’s fragile figure slowly. Leaned down that fragile body on the comfy sofa. The elder, try his best manner to manage this fragile creature which trembling under his embrace in a gentle.

“Mmmhh…” Ruki gasping againt when the elder capture his plump lip, their kiss felt in a deep… and deeper. His own hands grip the elder’s shoulders weakly.

“Mmmhh!!!” and other gasping… the elder opened his eyelids, show the black sharpen eyes. Realized their own face just view millimeters.

“Akh… Ru… Ruki…” the elder watching the younger touch his tender and tempting plush lip shyly by his own little fingertip, look more adorable… then he conscioused something. They both in well-known position… for a lover.

Reita on top of Ruki’s fragile angelic figure…

“GAHH!!!” dan Reita melemparkan dirinya ke lantai yang dingin dan keras dengan sangat terkejut, seperti kucing yang baru saja tersiram air dingin.

BRUUKK…
“Ahh… Reita-niisan?” pemuda kecil itu bangun dari sofa tempat ia berbaring tidur di sana, merayap ke pinggirnya. Ia bisa menatap Reita sedang mengusap kepalanya yang terbentur lantai dengan kerasnya, menunduk dengan sangat bersalah dan malu.

“Maaf Ru…” Reita berbisik dengan sangat malu, ia baru saja menyadari apa yang telah ia lakukan kepada pemuda kecil itu. Di sini. Di apartment-nya sendiri. Apa yang ia perbuat ini salah? Terlalu salah dan sulit untuk bisa dimengerti?

Lalu, jantungnya berdegup dengan sangat kencang, mungkin bisa terdengar jelas oleh pemuda kecil yang sangat ia cintai sekarang. Apa yang didengarkan oleh pemuda kecil yang selalu membuatnya gugup? Apa detak jantungnya? Atau bunyi lain dari sudut hatinya yang berteriak jika tindakan ini tidaklah benar?

Ruki turun, menghempaskan dirinya ke lantai, tepat di depan Reita yang berjengit. Mata coklat hazel itu menatapnya lamat-lamat, “Maaf untuk apa Reita-niisan?” ia meletakkan salah satu jarinya di sudut bibirnya yang merah, memasang posisi yang sangat manis dan seperti malaikat. Melihat itu jantung Reita berhenti berdetak beberapa saat, sampai ia bisa kembali memahami situasi.

“Ru… a… aku… aku…” dan dering ponsel Reita menghentikan kata-kata yang sudah siap meluncur dari bibirnya yang terasa kering. Terlalu kering.

Ruki yang melihat Reita mengacuhkan dering ponselnya hanya menatapnya lagi, “Silakan diangkat ponselnya…” ujar Ruki lirih, ia beranjak dari situ dengan linglung, menuju meja makan yang sudah penuh oleh makanan buatannya sendiri

To be continue…

~†~†~†~

Author’s note: heeaaa~~ maafkan saya semua!!! Saya harus membuat bagian itu dalam English (lagi dan akan terus begitu) karena saya tidak mau ada anak di bawah umur yang tidak sengaja membaca ini… (coughs) dan saya hanya ingin berkata… kalau tidak tahu artinya, silakan gunakan web translator ~~ (author ngga mau rugi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar