Sabtu, 13 Agustus 2011

Last

Title: Last
Chapter: drabble
Author: Sachino Suzuki
Pairing: Reituki
Rating: NC
Genre: angst
Warning: Ruki’s point of view



Menyenangkan. Selalu menyenangkan melihat hamparan pasir putih dan ombak berkejaran, sama seperti yang selalu kau katakan. Sama yang seperti selalu aku lihat, aku dengar gemuruhnya dan aku cium amisnya.

Ini menyenangkan, di mataku semua hal ini terlihat selalu menyenangkan.

Roti jamuran, busuk berlendir. Makanan kalengan bercampur belatung menggeliat. Air keruh bercampur jentik nyamuk dan telur katak di atasnya, tempat minum para tikus.

Aku melihatnya, membauinya, dan tak pernah menyentuhnya.

Tapi bagiku ini selalu menyenangkan. Meski rumah ini dulu putih bersih, tapi catnya mengelotok di sana-sini. Kusen jendela dan pintunya terkikis hujan, kacanya pecah di mana-mana, berserakan di tiap penjuru rumah. Karpet-karpet terburai, tirai-tirai tenunan koloni laba-laba bergelantungan.

Aku berputar. Sudah lama ya?

Lalu aku lihat kau. Duduk tenang di kursi besar berlapis bantal merah yang empuk. Kau terlihat lesu, separuh kursimu tergantung-gantung di atas air pasang. Bantalnya dengan per menyeruak keluar dan tikus merayapinya.

Reita. Apa kabarmu?

Kau tersenyum lemah dari sisa dagingmu, dari tulangmu yang membusuk.

Aku ikut tersenyum. Syukurlah aku masih bisa melihat jiwamu yang utuh, yang sekarang tengah duduk tengah memandangi jasadmu yang digerogoti tikus dan belatung. Seakan berlomba merontoki sisa kehidupanmu selama dua puluh tahun.

Jasmu masih sama putihnya. Persis ketika kau masuk ke kamarku dengan senyum hangat meski kau tahu, kedua tanganku diikat dalam baju pengekang.

Wajahmu terlihat letih.

“Ruki, ayo pulang.”

Aku menghela nafas, memang sudah waktunya. “Aku hanya melihat-lihat tempat kita dulu, Reita.” Lalu kau tersenyum, sama hangatnya ketika aku belajar hidup lebih manusiawi, saat aku di rumah sakit jiwa tiga belas tahun yang lalu. Sama hangatnya ketika dirimu masih menjadi dokter kesayanganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar